SULTENG, NEWSPAS.NET – Aliansi Masyarakat Towiora Menggugat menghadiri rapat penting terkait penyelesaian konflik agraria yang berlangsung di ruang rapat Biro Ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah, pada Selasa (19/8/2025).
Rapat tersebut dipimpin langsung oleh Asisten II Setda Provinsi Sulawesi Tengah dan dihadiri berbagai pihak terkait, antara lain Kepala Bagian Bantuan Hukum Biro Hukum Setda Sulteng Agung Jermia, CDAM PT Astra Agro Lestari Agung Sunoaji, CDO PT Lestari Tani Teladan (LTT) Joko Sambodo, perwakilan Satgas Penyelesaian Konflik Agraria (PKA) Devan Prima, anggota DPRD Donggala Komisi I Andi Mangkona, unsur Pemerintah Kabupaten Donggala, kepala desa, serta perwakilan masyarakat dari Desa Towiora, Minti Makmur, dan Polantojaya.
Konflik Agraria yang Belum Usai
Rapat ini merupakan tindak lanjut dari konflik agraria yang melibatkan masyarakat tiga desa dengan PT Lestari Tani Teladan (LTT), menyangkut klaim penguasaan lahan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut.
Beberapa poin penting yang diungkap dalam rapat antara lain:
Lahan transmigrasi masyarakat dari tiga desa—Desa Towiora (1.500 ha), Polantojaya (1.256 ha), dan Minti Makmur (60 ha)—diduga telah masuk dalam konsesi HGU PT LTT.
Ditemukan indikasi penguasaan lahan oleh PT LTT di luar area HGU, termasuk di Afdeling India, Kilo, dan Juliet yang berada di wilayah Desa Towiora.
Terdapat ketidaksesuaian antara data fisik dan digital pada HGU Nomor 28 dan 29 milik PT LTT.
Rapat-rapat sebelumnya pada 26 Juli, 30 Juli, 1 Agustus, dan 4 Agustus 2025 belum menghasilkan solusi yang memuaskan bagi masyarakat terdampak.
10 Rekomendasi untuk Penyelesaian Konflik
Rapat tersebut menghasilkan sepuluh poin rekomendasi sebagai langkah konkret penyelesaian konflik:
1. Pemda Donggala diminta berkoordinasi dengan Forkopimda terkait kasus penembakan warga Towiora oleh oknum polisi pada April 2025.
2. Tim penyelesaian konflik agraria diminta segera dibentuk oleh Pemda Donggala, paling lambat 28 Agustus 2025, dengan melibatkan BPN, perangkat desa, BPD, dan perwakilan masyarakat.
3. Bupati Donggala diminta melaporkan hasil pemeriksaan perizinan PT LTT kepada Gubernur Sulteng.
4. BPN Donggala akan melakukan pengukuran ulang terhadap sertifikat masyarakat yang diduga masuk dalam HGU PT LTT, dengan biaya ditanggung pemerintah.
5. Kepala desa diminta meneliti ulang Surat Keterangan Penguasaan Tanah (SKPT) yang masuk dalam area HGU.
6. PT LTT diminta menindaklanjuti hasil rapat 8 November 2023 mengenai pelepasan (enklave) lahan transmigrasi di dalam HGU.
7. BPN Donggala diminta meninjau ulang keabsahan HGU Nomor 28 dan 29.
8. Kanwil ATR/BPN Sulteng dan BPN Donggala akan meninjau penguasaan lahan di luar HGU oleh PT LTT, khususnya di Desa Towiora. Hasilnya diserahkan ke Satgas PKA paling lambat akhir September 2025.
9. Kedua belah pihak diminta untuk menjaga kondusivitas dan keharmonisan di wilayah konflik.
10. Satgas PKA akan mengevaluasi seluruh perizinan dan kewajiban PT LTT secara menyeluruh.
Respons Aliansi Masyarakat Towiora
Dikonfirmasi secara terpisah, perwakilan Aliansi Masyarakat Towiora Menggugat, Nur Salina, membenarkan kehadiran mereka dalam rapat tersebut.
“Iya, kami diundang oleh pemerintah provinsi Sulawesi Tengah dalam rangka penyelesaian konflik agraria. Hasil rapat sudah dituangkan dalam bentuk rekomendasi yang ditandatangani oleh Pak Agung Jermia,” ujarnya melalui pesan WhatsApp.
Rapat ini menjadi harapan baru bagi masyarakat terdampak, khususnya warga Towiora, untuk mendapatkan keadilan atas hak atas tanah yang selama ini dipertanyakan. Semua pihak kini menanti tindak lanjut nyata dari rekomendasi yang telah disepakati bersama.