DONGGALA, NEWSPAS.NET – 18 September 2025, Di tengah konflik lahan yang telah berlangsung selama lebih dari tiga dekade antara masyarakat Tawiora dan perusahaan pemegang Hak Guna Usaha (HGU) PT LTT, secercah harapan muncul dari inisiatif warga dan komunitas lokal. Aliansi Tawiora Menggugat, bersama Lingkar Teman Pendidik (LTP), membuka kelas belajar alternatif bagi anak-anak di kawasan terdampak.
Kegiatan ini berlangsung di Baruga Aliansi, sebuah bangunan sederhana yang dibangun masyarakat di tengah areal HGU yang kini mereka duduki. Baruga ini menjadi simbol perjuangan sekaligus ruang pembelajaran bagi generasi muda yang selama ini terabaikan hak-haknya akibat konflik berkepanjangan.
Selain mengajar anak-anak, LTP juga melakukan pendekatan langsung kepada orang tua untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan. Banyak orang tua menyampaikan keprihatinan mereka, namun tetap menunjukkan semangat untuk mendukung masa depan anak-anak mereka.
“Kami juga ingin anak-anak kami mendapatkan pendidikan yang layak. Tapi apalah daya, kami ini bukan orang yang serba ada. Dulu kami hanya buruh, sekarang kerja kami hanya memungut borondolan sawit. Itu pun hasilnya hanya cukup untuk mengisi dapur kami,” tutur salah satu orang tua dengan nada haru.
Kelas belajar ini, menurut LTP dan Aliansi, akan mulai dijadwalkan secara rutin dalam waktu dekat. Harapannya, kegiatan ini dapat berlangsung beberapa kali dalam seminggu, agar anak-anak tetap mendapatkan akses ilmu meski di tengah keterbatasan.
Supriansyah, salah satu pemuda yang tergabung dalam Aliansi Tawiora Menggugat, mengatakan bahwa mayoritas anak-anak di Tawiora belum bisa mengakses pendidikan formal karena keterbatasan ekonomi keluarga yang diperparah oleh situasi konflik.
“Kami tidak ingin masa depan anak-anak kami berakhir miris. Kami sangat berterima kasih kepada teman-teman dari LTP yang sudah rela meluangkan waktu dan tenaga untuk mendampingi anak-anak belajar. Ini sangat berarti bagi kami,” ungkapnya.
Ia juga menekankan bahwa perjuangan Aliansi Masyarakat Tawiora tidak hanya soal pendidikan, tetapi juga menyangkut pemenuhan hak-hak dasar warga yang selama ini diabaikan. Termasuk janji-janji yang pernah dilontarkan oleh pihak PT LTT saat pertama kali menginjakkan kaki di desa mereka.
“Kami akan terus berjuang. Kami juga berharap agar Pemerintah Daerah, Pemerintah Provinsi, hingga Pemerintah Pusat, dalam hal ini Bapak Presiden Republik Indonesia, bisa turun tangan dan memberikan perhatian serius terhadap masalah ini,” tegas Supriansyah.
Konflik lahan antara masyarakat Tawiora dan PT LTT telah berlangsung selama kurang lebih 36 tahun, meninggalkan dampak sosial dan ekonomi yang mendalam, termasuk terputusnya akses anak-anak terhadap pendidikan formal. Upaya yang dilakukan Aliansi Tawiora dan LTP menjadi wujud nyata bahwa masyarakat tidak tinggal diam dalam membangun masa depan mereka sendiri.(As)