Sengketa Agraria Mengemuka, DPRD Pasangkayu Undang Perusahaan dan BPN

Newspas.net

LINGKUNGAN, NEWS397 Dilihat
banner 468x60

PASANGKAYU, NEWSPAS.NET – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pasangkayu menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) guna membahas sengketa agraria yang terjadi di wilayah Kecamatan Tikke Raya. Rapat digelar pada Jumat (12/9/2025) di ruang aspirasi DPRD Pasangkayu, Jalan Ir. Soekarno.

 

RDPU ini dipimpin langsung oleh Ketua Panitia Khusus (Pansus) Agraria, Ersad, serta dihadiri sejumlah anggota dewan, yakni Farid Zuniawansyah dan Arham Bustaman. Pemerintah daerah, perusahaan, dan instansi terkait turut hadir dalam pertemuan tersebut. Hadir pula Asisten I Pemkab Pasangkayu Mulyadi, perwakilan PT Astra Agro Lestari Celebes I, CDO PT Letawa, Abdul Kadir dari BPN Pasangkayu, pihak Koramil, Polsek Pasangkayu, serta Camat Tikke Raya Musmulyadi.

Oplus_16908288

Dalam sambutannya, Ersad menekankan pentingnya transparansi dan kolaborasi antar pihak agar konflik tidak terus berlarut.

 

“Kami di DPRD ini seakan-akan dianggap tidak bekerja, padahal setiap saat kami sudah berupaya. Tujuan pembentukan pansus agraria ini adalah agar masalah segera menemukan jalan keluar,” tegasnya.

 

Ia juga mengingatkan bahwa persoalan sengketa lahan di lapangan memiliki potensi besar untuk berkembang menjadi konflik horizontal antarwarga, bukan hanya antara masyarakat dan perusahaan.

Oplus_16908288

Sementara itu, perwakilan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pasangkayu, Abdul Kadir, mengungkapkan bahwa hingga saat ini pihaknya belum pernah melakukan pengambilan titik koordinat di lahan yang menjadi sengketa, khususnya di wilayah Desa Jengen Raya dan Desa Lariang.

 

“Yang pernah kami turun hanya di luar HGU, yaitu 49 hektar di PT Letawa waktu itu. Untuk wilayah lain kami belum pernah melakukan pengambilan titik koordinat,” jelasnya.

 

Ia juga menambahkan bahwa peta bhumi milik Kementerian ATR/BPN hanya bersifat umum dan dijadikan acuan awal untuk pengukuran lapangan.

 

Di sisi lain, pihak PT Letawa membantah klaim bahwa lahan yang disengketakan berada di luar Hak Guna Usaha (HGU). Berdasarkan peta GSK (Gambut Sawit Konsesi) tahun 1994, wilayah tersebut diklaim masih dalam HGU milik perusahaan.

Oplus_16908288

“Kalau mengacu pada web peta bhumi ATR/BPN memang terlihat di luar HGU, tetapi secara peta GSK 1994, wilayah tersebut berada di dalam HGU kami,” ujar perwakilan PT Letawa.

 

 

 

Mewakili pemerintah daerah, Mulyadi selaku Asisten I Pemkab Pasangkayu menyatakan bahwa pihaknya menunggu hasil rekomendasi dari DPRD sebagai dasar untuk pengambilan kebijakan lebih lanjut.

 

“Hasil rekomendasi dari DPRD akan kami teruskan ke bupati dan Forkopimda agar masalah ini segera mendapat penyelesaian,” pungkasnya.

 

RDPU ini diharapkan menjadi langkah awal menuju penyelesaian konflik agraria di Tikke Raya secara adil dan menyeluruh, mengingat tingginya potensi konflik sosial di wilayah tersebut jika tidak segera ditangani.(*)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *